Perahubisa disewa dengan tarif Rp 400.000 hingga Rp 500.000 untuk satu kali perjalanan. Perjalanan menuju Pulau Nyangnyag ditempuh dengan perahu, melalui Sungai Muara Siberut yang tenang ditemani langit yang cerah dan udara laut yang segar. Di sepanjang perjalanan, anda bisa bertemu dengan penduduk asli Mentawai yang bepergian dengan sampan. SUDJANAKERTON (1922 - 1994) Dalam lukisan berjudul “Senja”, 1987, Sudjana Kerton menghadirkan dunia rakyat bawah dalam suatu momen yang unik, yaitu penggembala itik di waktu senja. Dunia itu menjadi unik, karena pelukisnya mempunyai sudut pandangan yang lain, baik secara visual maupun dalam empati jiwanya. 1Jalan Malioboro. Gambar Jalan Malioboro View Malam Hari via Instagram. Merupakan ikon wisata sekaligus tempat terfavorit untuk one stop shopping saat berkunjung ke Kota Gudeg. Di sini kamu bisa jalan-jalan, shopping, swafoto atau menikmati kuliner dan pertunjukan seni. Gambar Jalan Malioboro Siang Hari via Instagram. Ruangantersebut khusus untuk memajang 15 lukisan Affandi yang berjudul Ibuku, Potret diri dan Pipanya, Sapi Lanang, Topeng (Barong Landung), Pengemis, Perahu-Perahu, Barong Melis, Si Hitam dan Si Putih, Pohon dan Andong, Pemandangan di Pegunungan, hingga Bunga Matahari 1. Halaman selanjutnya . Halaman. 1 2 3. BorobudurSunrise adalah salah satu matahari terbit yang paling diinginkan di jawa - indonesia, pemandangan indah dari puncak kubah utama atau stupa di Borobudur, disekitar pemandangan hutan tropis terlihat seperti lukisan di kanvas karena kabut di pagi hari, Candi Borobudur berada disekitarnya. oleh bukit menoreh yang memiliki banyak jenis pepohonan. gsOL0Q. HomeRumah TanggaDekorasiLukisanAtur jumlah dan catatanLukisan Affandi Perahu dan Matahari '80 Oil On Canvas Antik KunoKondisi BekasMin. Pemesanan 1 BuahEtalase LukisanL72014Perahu dan Matahari '80Affandi99x145cmOil On CanvasDiutamakan datang ke gallery kami untuk lihat langsung barangnyaJika ingin request ekspedisi untuk pengiriman bisa dibantu, silahkan chat duluDipacking kayu & bubble wrap tanpa tambahan biaya, dijamin rapi & amanAda masalah dengan produk ini?ULASAN PEMBELI LAURA ARIESTA Pegiat seni Penasaran dengan lukisan-lukisan Affandi? Datanglah ke Galeri Nasional Indonesia yang memamerkan hasil karya lukis Affandi dalam bentuk video mapping projection disertai iringan musik. Pameran Imersif Affandi yang diselenggarakan dari tanggal 26 Oktober hingga 25 November 2020 ini adalah rangkaian dari ajang Pekan Kebudayaan Nasional 2020. Terjangan pandemi Covid-19 membuat pihak penyelenggara dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud banyak melakukan penyesuaian terhadap festival PKN 2020 ini. Yang tadinya hendak diselenggarakan secara luring seperti tahun lalu, menjadi daring. Salah satunya pameran ini, yang juga bisa disaksikan secara langsung. Menggunakan sekitar 28 proyektor dalam dua buah ruangan yang terkoneksi, sekitar 97 lukisan karya Affandi ditayangkan dalam bentuk video mapping projection. Permainan warna dan cahaya dalam tayangan tersebut, disertai iringan musik yang mengalun, membuat karya-karya lukis Affandi tampak spektakular. Kita bak menonton film dalam bioskop yang gambarnya bisa disaksikan di setiap sisi dinding dan lantai. Kita bebas berjalan, berputar, menengok kiri dan kanan, atau berpindah ruangan, untuk mencari posisi yang enak dalam menyaksikan tayangan tersebut. Pengunjung juga diizinkan mengambil gambar, video, bahkan berfoto, asal tidak menggunakan cahaya blitz. Jumlah pengunjung dibatasi sekitar 20 orang per sesi dan dalam sehari dibuka 5 sesi. Para pengunjung diwajibkan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat. Tapi dengan ruangan yang luas tersebut, 20 orang sangat bisa menjaga jarak dengan baik. Mengingat jumlah pengunjung dibatasi, mereka diharuskan registrasi terlebih dahulu ke Tapi hasil pantauan di lapangan, beberapa pengunjung yang belum mendaftar secara online, tetap diperbolehkan masuk. Mungkin karena jumlah pengunjung pada sesi itu tidak sampai 20 orang. Setelah menyaksikan tayangan video mapping projection tersebut selama 30 menit, pengunjung bisa lanjut melihat 15 karya lukis Affandi koleksi Galeri Nasional yang dipamerkan pula di sana. Beberapa judul yang dipamerkan antara lain Pemandangan di Pegunungan, Pohon dan Andong, Topeng Barong Landung, Pengemis, Perahu-Perahu, Bunga Matahari 1, Sapi Lanang, Barong Melis, Si Hitam dan Si Putih, Pemakaman Raja Inggris, Ibuku, dan Potret Diri dan Pipanya. Kemudian ada ruangan khusus yang berisi tentang Lini Masa Affandi dari lahir hingga akhir hayatnya. Dari lini masa tersebut dirangkum kehidupan Affandi. Boerhanoedin Affandi Koesoema lahir tahun 1907 di Jatitujuh, Indramayu secara administratif menjadi bagian dari Cirebon Jawa Barat. Tanggal kelahirannya tidak diketahui, namun Affandi memilih tanggal 1 Mei sebagai tanggal kelahirannya karena bertepatan dengan Hari Buruh. Ia adalah putra dari istri kedua Raden Koesoema, seorang mantri ukur pabrik gula di Ciledug. Namun, ia dibesarkan oleh istri pertama Raden Koesoema. Karena sejak kecil ia sering diajak nonton pertunjukan wayang golek atau wayang kulit oleh paman dan kakaknya, pada usia 7 tahun, Affandi bisa menggambar 100 karakter wayang dengan mengandalkan ingatannya. Ia sendiri mengidolakan tokoh wayang Sukrasana, raksasa kerdil putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar dengan permaisuri Dewi Darini. Alasannya, karena Sukrasana berwajah jelek seperti dirinya, namun berhati baik. Ketika ayahnya meninggal tahun 1928, biaya hidup dan sekolahnya ditanggung oleh kakak pertamanya, Ir. Moh. Sabur. Sewaktu sekolah di Algermene Middlebare School AMS bagian B, Ilmu Pengetahuan Alam di Batavia kini Jakarta, Affandi tinggal di rumah seorang guru HIS bernama Yudhokusumo, ayah dari Kartono Yudhokusumo 1924-1957 yang dikenal sebagai pelukis ternama. Yudhokusumo memiliki anak angkat, S. Sudjojono 1913-1986 yang mengenalkan Affandi dengan lukisan cat minyak. Kemudian di masa remajanya tahun 1929, keinginan Affandi untuk masuk sekolah menggambar di Belanda, ditentang Ir. Moh. Sabur yang menginginkannya menjadi insinyur dengan melanjutkan sekolahnya ke Technische Hogeschool te Bandoeng sekarang Institut Teknologi Bandung. Namun Affandi tetap pada pendiriannya, ia belajar melukis sendiri dan menelantarkan pendidikannya di AMS. Affandi ingin menjadi juru gambar atau tekenaar. Ia kemudian menghidupi dirinya sendiri dengan menerima tawaran mengajar di HIS Met de Qur’an sekolah dasar yang didirikan organisasi Muhammadyah pada masa penjajahan Belanda dan menjadi guru PBH Pemberantas Buta Huruf. Di sinilah ia memiliki murid bernama Maryati yang kemudian dinikahinya. Beberapa buku tentang Affandi yang pernah diterbitkan antara lain Affandi The Great Artist yang ditulis oleh Claudia Kalb, seorang jurnalis dan penulis dari Amerika Serikat 1996 terbitan Gramedia, The Stories of Affandi 2012 yang diterbitkan oleh Agung Tobing dan Museum Affandi, Dia Datang, Dia Lapar, Dia Pergi yang memuat kisah Affandi dari sudut pandang Suhardjono, sopir dan asisten Affandi selama 30 tahun 2014, ditulis oleh Hendro Wiyanto dan Hari Budiono, dan Menjaga Imaji Affandi yang ditulis oleh HM. Nasruddin Anshoriy Ch, yang diterbitkan Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaaan bekerja sama dengan Museum Affandi dan Desa Kebangsaan Ilmu Giri 2019. Jika masih penasaran dan ingin mengetahui lebih lengkap karya lukis Affandi dan sejarahnya, saksikan saja secara langsung di Galeri Nasional Indonesia. Caranya dengan registrasi secara daring terlebih dahulu untuk mendapatkan akses. Affandi adalah seorang maestro pelukis ekspresionis asal Indonesia yang dikenal melalui teknik khas dengan cara menumpahkaan cat dari tube-nya langsung pada kanvas, kemudian menyapukan, membentuk, serta melukiskannya langsung dengan jari jemarinya tanpa kuas. Affandi menyebut dirinya sendiri sebagai “Pelukis Kerbau” yang tak peduli akan teori. Namun dalam perjalanan karirnya ia tetap mampu memahami dan menggeluti bidang seni rupa. Ia lebih senang mempelajari sesuatu dengan cara praktik dan langsung terjun ke lapangan. Affandi lahir di Cirebon, Hindia Belanda pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema yang berprofesi sebagai mantri ukur di pabrik gula Ciledug. Maestro Affndi lahir pada saat Indonesia masih di bawah kekuasaan Belanda, sehingga sulit bagi keturunan pribumi biasa sepertinya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Affandi hanya menyelesaikan pendidikannya hingga AMS Algemene Middelbare School atau kini setara dengan SMA. Awal Karir Affandi telah gemar menggambar dari semasa kecilnya. Affandi juga telah memperlihatkan bakat seni-nya dari semenjak sekolah dasar. Namun ia baru benar-benar menggeluti dunia seni lukis di sekitar 1940-an. Sulit bagi Affandi untuk memperoleh pekerjaan seni di masanya, masa di mana Indonesia masih dikuasai oleh Belanda. Awal karir Affandi diawali dengan menjadi seorang guru dan juru sobek karcis. Karena lebih tertarik pada bidang seni lukis ia juga sempat menjadi penggambar reklame bioskop di salah satu bioskop di Bandung. Namun pekerjaan tersebut tidak lama digelutinya. Selain tidak mendapatkan pendidikan formal, Affandi juga bukan tipikal orang yang gemar membaca. Ia lebih senang mempelajari berbagai hal dengan terjun langsung mengpraktikannya. Hal ini dapat dilihat dengan aktifnya seniman yang satu ini dalam berbagai kegiatan organisasi selama masa hidupnya. Kelompok Lima Bandung Pada tahun 1930 ia bergabung dengan kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima orang pelukis yang berada di Bandung. Sekumpulan orang yang semuanya memiliki andil besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia. Lima pelukis tersebut adalah Barli Sasmitawinata, Sudarso, Hendra Gunawan, Wahdi dan Affandi sebagai pimpinan kelompok tersebut. Dapat dilihat meskipun Affandi adalah tipikal orang yang tidak suka belajar teori, ia adalah praktisi yang handal dalam berorganisasi hingga dipercaya sebagai pimpinan kelompok. Kelompok Lima Bandung memiliki pengaruh yang lumayan besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Namun berbeda dengan kelompok serupa lainnya, Lima Bandung lebih fokus terhadap kegiatan melukis dan belajar bersama antar pelukis. Tidak se-formal kelompok lain seperti Persagi Persatuan Ahli Gambar Indonesia. Kegiatan tersebut sangat cocok untuk Affandi yang kurang menyukai pendidikan formal namun tetap dapat belajar dan saling memberikan pengaruh satu sama lain antar seniman. Pameran Tunggal Pertama Tahun 1943, Affandi berhasil menggelar pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta. Saat itu Jepang sedang menduduki kekuasaan Indonesia, setelah berhasil merebut kekuasaan Belanda. Empat Serangkai proklamator kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur ikut ambil bagian dalam pameran tersebut. Mereka memimpin Seksi Kebudayaan Poetera, atau Poesat Tenaga Rakyat. Dalam Seksi Kebudayaan tersebut Affandi juga ikut berpartisipasi sebagai tenaga pelaksana. Tokoh penting Indonesia lain, yaitu S. Soedjojono juga ikut andil sebagai penanggung jawab, Ia adalah orang yang berhubungan langsung dengan dengan Soekarno. Era Proklamasi Tahun 1945 menjadi tahun yang sangat penting bagi Indonesia. Saat itu semua tokoh kemerdekaan tengah sibuk untuk mempersiapakan proklamasi kemerdekaan. Termasuk para seniman dan budayawan yang ikut mempersiapkan berbagai propaganda positif untuk menyerukannya ke seluruh negeri. Tembok-tembok dipenuhi kata-kata penyeru kemerdekaan seperti “Merdeka atau mati” yang dikutip dari pidato Bung Karno. Affandi sebagai salah satu seniman yang aktif berkarya bersama Empat Serangkai ikut ambil bagian. Ia mendapatkan bagian untuk membuat poster yang dapat menyerukan serta menggalang seluruh masyarakat Indonesia dalam proklamasi kemerdekaan. Poster itu berupa gambar seseorang yang dirantai dan berhasil memutuskannya sambil mengibarkan bendera merah putih. Gambar simbolis yang blak-blakan dalam pesannya. Dibawahnya terdapat tulisan “Boeng, Ajo Boeng!” Bung, Ayo Bung! yang menyerukan semangat bagi rakyat untuk turut menyukseskan kemerdekaan. Poster Boeng Ajo Boeng, oleh Affandi. tersebut diperoleh dari Penyair ternama Chairil Anwar. Saat itu Affandi berkonsultasi pada Chairil mengenai kata-kata yang tepat untuk ditaruh pada posternya. Rupanya kata-kata itu terinspirasi dari ucapan yang biasa digunakan oleh pekerja seks komersil yang menawarkan dirinya pada zaman itu. Meskipun datang dari ucapan yang sebetulnya kontroversial, namun Penyair era 45 itu tahu bahwa ajakan tersebut dapat mengandung makna yang positif dengan konteks yang benar. Kata ajakan yang sederhana sekaligus kuat untuk disebarkan ke seluruh negeri. Beasiswa Santiniketan Bakat melukis Affandi mendapat banyak perhatian dari dunia, salah satunya adalah dari India. Ia mendapatkan tawaran Beasiswa sekolah melukis dari Akademi Santiniketan. Affandi menerima tawaran tersebut, namun setibanya disana ia ditolak dalam program beasiswa tersebut. Alasannya karena pihak Santiniketan menganggap bahwa Affandi tidak memerlukan pelatihan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa itu digunakan untuk menggelar pameran-pameran di negeri tersebut. Ia mengadakan pameran keliling India. Ia tinggal disana selama dua tahun untuk terus melukis dan anggap saja mengikuti program residensial, karena ia tidak jadi untuk bersekolah disana. Disanalah namanya semakin menggema di dunia sebagai salah satu pelukis terbaik dari Indonesia. Pameran Keliling Eropa Pada tahun 1951 hingga 1977, ia mengadakan pameran keliling di negara-negara Eropa. Affandi ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi wakil Indonesia dalam pameran Internasional di Brazili dan Venezia tahun 1954. Ia berhasil memenangkan hadiah pertama di San Paolo. Pada tahun 1957, ia mendapat tawaran program residensial dari Amerika Serikat untuk mempelajari metode pendidikan seni di sana selama empat bulan. Affandi juga sempat menggelar pameran tunggal di World House Gallery, New York. Pada tahun 1962, ia mendapatkan gelar guru besar kehormatan dari Ohio State University. Ia mengajar mata kuliah seni lukis di universitas tersebut. Selang tujuh tahun pada tahun 1969, ia menerima anugerah seni dan medali emas dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pemerintah juga mengangkatnya menjadi anggota kehormatan untuk seumur hidup di Akademi Jakarta. Pada tahun yang sama pula, ia dipilih untuk menjadi ketua IAPA International Art Plastic Association perwakilan Indonesia. IAPA adalah badan seni international di bawah naungan UNESCO. Penghargaan Affandi kemudian Menerima gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dari University of Singapore pada tahun 1974. Tak berhenti disana saja pada tahun 1977, ia menerima hadiah perdamaian International dari Yayasan Dag Hammerskoeld. Kemudian ia juga memperoleh gelar Grand Maestro dari San Marzano Florence, Italia. Ia juga sekaligus diangkat menjadi anggota Komite hak-hak asasi manusia dari Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castello ditempat yang sama. Sepulangnya dari Itali, ia mendapat undangan dari Raja Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji bersama istrinya, Maryati. Pada tahun 1978, ia menerima penghargaan piagam tanda kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Indonesia yang menjabat pada orde tersebut, yaitu Presiden Soeharto. Penghargaan tersebut diberikan atas jasa-jasanya yang besar terhadap negara dan bangsa Indonesia secara umum, termasuk bidang seni. Tahun 1984 Affandi menggelar pameran bersama di Houston, Texas, Amerika Serikat, berbarengan dengan pelukis besar Indonesia lainnya S. Sudjojono dan Basuki Abdullah. Tahun 1986, Affandi diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun Institut Seni Indonesia ISI Yogyakarta. Pada tahun 1987, ia mengadakan pameran tunggal pada ulang tahunnya yang ke-80. Pameran tersebut sekaligus menjadi peresmian penggunaan gedung pameran seni rupa milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang terletak di jalan Medan Merdeka Timur, Gambir Jakarta, yang kini telah berganti nama menjadi Galeri Nasional. Meskipun telah mendapatkan banyak penghargaan Affandi tetap memiliki pemikiran yang sederhana dan bersikap low profile. Bahkan ketika kritikus Barat menyatakan bahwa lukisan Affandi memberikan perspektif baru pada aliran ekspresionisme, ia malah balik bertanya “Aliran apa itu?”. Ia juga sering menyebut dirinya sendiri sebagai “Seniman Kerbau” yang secara implisit menyebut dirinya sendiri terlalu rendah untuk disebut sebagai seniman. Ia juga sering mengatakan bahwa ia lebih pantas untuk disebut sebagai tukang gambar. Kematian Sejak tahun-tahun tersebut kesehatannya mulai sering terganggu, bahkan kehadirannya pada pembukaan pameran ia sudah menggunakan kursi roda. Namun, semangatnya untuk melukis tak kunjung padam. Pada pembukaan itu Ia mendemostrasikan cara melukis potret diri yang disebut tenggelam di pusaran tujuh mata hari. Karya itu kemudian dihadiahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang diterima oleh Prof. Dr. Fuad Hassan. Affandi kembali mendapatkan penghargaan dari Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia BKKNI yang prosesinya dilakukan di Istana Negara dan diberikan langsung oleh Presiden Soeharto. Affandi saat itu masih menggunakan kursi roda karena kesehatannya kian menurun. Penghargaan tersebut berlanjut dengan dibangunnya Museum Affandi, di sisi kali Gajah Wong Yogyakarta dan sempat dikunjungi oleh Presiden Soeharto bersama tamu negara dari Malaysia, Dr. Mahathir Mohammad. Salah satu koleksi yang dipamerkan dalam ulang tahun Affandi yang ke-80 adalah sebuah karya yang memuat gambar seekor ayam jantan yang mati karena dipertarungkan pada sabung ayam. Lukisan itu dibubuhi tulisan yang berbunyi “1987, Mati”. Karya tersebut menimbulkan banyak penafsiran yang ikut dihubungkan dengan kondisi kesehatannya pada waktu itu. Affandi meninggal dunia pada tanggal 23 Mei 1990. Karya Affandi Karya Affandi yang ditinggalkan sangatlah banyak. Affandi adalah seniman yang sangat produktif dan telah menghasilkan lebih dari 2000 lukisan semasa hidupnya. Ia dikategorikan menganut aliran ekspresionisme oleh banyak kritikus. Meskipun begitu, awal karirnya dimulai dengan lukisan yang mencirikan aliran realisme yang masih sedikit dipengaruhi oleh romantisisme. Aliran ekspresionisme Aliran Ekspresionisme adalah aliran yang mengusung ide bahwa seni muncul dari dalam diri seniman, bukan dari penggambaran alam dunia disekitarnya. Meskipun asalnya tetap dari alam disekitarnya, namun seniman memiliki ingatan dan cara pandang tersendiri yang kemudian diekspresikan pada karyanya. Seniman ekspresionis lebih fokus pada ekspresi tersebut dan menghiraukan berbagai teori dan teknik penciptaan. Terdengar tidak mengherankan jika Affandi dilansir sebagai seniman ekspresionis yang hebat, karena gaya berkeseniannya sendiri memang sudah seperti itu. Lebih lanjut mengenai aliran ekspresionisme dapat disimak di Ekspresionisme – Pengertian, Ciri, Tokoh, Contoh & Analisis Lukisan Penting Karya Afandi 1. Ibuku 1941 Ibuku, oleh Affandi. berjudul “Ibuku” belum menggunakan ciri khas Affandi yang membuatnya terkenal. Namun lukisan ini menjadi catatan yang penting, bahwa meskipun Affandi mengabaikan teknik pada karya ekspresionisnya, ia dapat melakukan teknik lukis realistik naturalis tepatnya. Sosok ibunya sendiri yang sudah tua digambarkan mengenakan pakaian sehari-harinya. Namun ibunya berpose anggun seperti pada lukisan-luksan era renaisans – romantisisme. Tangannya ditaruh di pundaknya, menunjukkan bahwa Affandi mengerti mengenai pose potret yang dianggap indah untuk menunjukkan sosok potret perempuan berdasarkan teknik lukis Barat. Sapuan kuasnya sudah tampak sangat berani dan menunjukkan bahwa ia sudah terbiasa untuk melukis lukisan yang tampak natural dan mirip aslinya. Ekspresi wajahnya menimbulkan enigma yang selalu mempertanyakan perasaan apa yang sedang dirasakan oleh sang Ibu. Sedih? Marah? atau memang raut wajahnya saja yang sudah menggambarkan manis-pahitnya kehidupan yang telah dijalaninya. 2. Potret Diri & Topeng-topeng Kehidupan 1961 Potret Diri dan Topeng-Topeng Kehidupan, oleh AffandiAffandi terkenal karena karya figuratifnya, terutama pada tahun 1960-an. Ia senang bermain dengan tema pertunjukan wayang topeng dan peran stereotip dari karakter bertopeng. Presentasi subjek topeng dapat meperlihatkan kepribadian tertentu dengan disposisi yang apik dari potret dirinya sendiri. Penekanan estetikanya melalui sapuan cat yang dinamis dan khas menumpahkan cat langsung dari tube diiringi dengan pilihan palet warna yang kelam semakin menjadi identitasnya. Baginya potret diri terkadang menjadi perwakilan dari manusia. Ia menggunakan potretnya karena ingin melukis walaupun tidak memiliki subjek sebagai referensi. Maka, potret dirinya sendirilah yang di lukis. Topeng-topeng kehidupan bisa menjadi representasi ide spiritualnya sendiri yang merasa bahwa mendapatkan godaan dan bisikan dari setan. Kelemahannya sebagai manusia yang tidak kuasa melawan godaan dituangkan dalam lukisan ini. Meskipun bisa jadi kita memproduksi makna lain seperti mungkin topeng-topeng tersebut adalah kegetiran di masa tenarnya. Orang-orang “bertopeng” kian menghampiri hanya untuk memanfaatkan ketenarannya saja. Muak akan hal itu ia tidak mengutarakannya secara langsung, tetapi membicarakannya melalui lukisannya. 3. Potret Diri 1981 Potret Diri, oleh Affandi. Portrait atau Potret diri adalah salah satu tema yang paling sering dibawakan oleh Affandi. Lukisan yang secara kharfiah diberi judul Potret Diri ini didominasi oleh wajah seorang tokoh laki-laki. Lukisan ini berfokus pada wajah sosok laki-laki yang merupakan dirinya sendiri. Terdiri dari garis-garis melengkung, bergelombang, tebal, berantakan dan bertekstur kasar. Warna yang digunakan sangat kontras dan hangat. Lukisan itu menggambarkan sang seniman sendiri, dalam suasana hati yang sangat spiritual dan emosional berkontemplasi, bukan marah. Subjeknya adalah cerminan diri yang sudah tua karena memiliki rambut putih dan kepala yang hampir botak. Potret tampak sedang menghisap pipa tembakau, yang bisa jadi menunjukan insting self destruction yang makin menjadi pada usianya yang sudah tidak lagi muda. Meskipun begitu melalui sapuan, atau tepatnya tumpahan catnya, ia masih menunjukkan gairah estetis yang membara. Affandi pernah berkata “Motif yang paling aku hafal dan paling aku senangi ialah rupaku dhewe yang elek, mirip Sukrasana ini,” Ia terus menerus mengulang-ulang menggambar Potret wajahnya sendiri hingga puluhan kali. Namun setiap potret wajah memiliki ekspresi yang berbeda, meskipun masih dalam satu teknis yang hampir sama. Terdapat catatan yang Affandi tulis sendiri tentang lukisan potret diri yang berjudul Oongkol 1946 Ia menulis menulis “Pernah terdjadi, bahwa saja beberapa bulan tida bisa melukis, walaupun tiap pagi saja pergi untuk melukis. Pada suatu hari saja pulang kerumah dengan tangan hampa, tida dapat lukisan. Merasa marah dongkol, sekonjong-konjong lihat dalam katja muka saja sendiri dengan expressi dongkol ini. Itu waktu djuga lukisan dibikin. Aneh, berbulan2 tida dapat motiet, sekonjong motiet dekat sekali, muka sendiri” Referensi Arsip Galeri Nasional, Around 300 paintings and three reproduction of statue depicting self portrait of Affandi are kept as Affandi Museum’s collection, and from time to time, those paintings and statues are exhibited at the museum. Here are some of Affandis painting and statues exhibited permanently in Affandi Museum Self Portrait – 1938 – 63 x 45 cm – Pastel on paper Affandi And Kartika Potret met dochter – 1939 – 33 x 30 cm – Oil on canvas Nude My Wife Maryati – 1940 – 100 x 64 cm – Oil on canvas Kartika Painted Her Father – 1944 – 54 x 37 cm – Water color on paper Kids Play With Worm – 1943 – 57 x 37 cm – Pastel on paper He Comes, Waits and Goes – 1944 – 117 x 126 cm – Water color on paper Line Up For Rice in Jakarta – 1948 – 32 x 35 cm – Sketch On Paper The Painter and His Daughter – 1950 – 176 x 98 cm – Oil on Canvas Place de Tertre – 1977 – 125 x 95 cm – Oil on canvas Self Portrait of Sipping Pipe – 1977 – 125 x 99 – Oil On Canvas Embryo – 1988 – 69 x 55 – Oil On Canvas New Expressionists adalah sebutan yang diberikan untuk Maestro Affandi Ketika mendapat penghargaan di Venice biennale pada tahun 1954. New Expressionists yang di maksud adalah cara melukis Affandi yang menyalurkan emosi nya kedalam canvas tanpa ada perantara kuas. Cat langsung di tuangkan melalui tube dan di pandu oleh tangan, dengan pilihan warna-warna primer sehingga seluruh emosi beliau dapat tersalurkan. Di tambah lagi karya beliau yang penuh dengan tarikan spontan ini juga memiliki detail yang luar biasa. Pada karya pertama berjudul “Rumpun Bambu” hutan bambu yang lebat dapat terlihat di seluruh karya ini dari kiri kanan atau atas ke bawah. Warna hijau tua yang mendominasi menunjukan hutan yang rimbun. Bambu yang memiliki karakteristik flexible dan tahan banting ditunjukkan melalui rumpun bambu pada bagian bambu digambarkan dengan tarikan panjang dan luwes dengan bagian bawah kokoh lurus semakin ke atas batang bambu tersebut digambarkan melekuk ke kanan atau ke kiri. Di mekian pula dengan rumpun bambu pada bagian kiri dan kanan di mana batang bambu di gambarkan menekuk lebih daun bambu digambarkan secara impasto dengan menggunakan variasi warna hijau dan juga warna kuning. Warna kuning ini juga terdapat di beberapa batang bambu dan itu bukan suatu kebetulan karena batang bambu yang lebih sering terkena sinar matahari akan berubah menjadi warna kuning. Pada bagian bawah dapat terlihat pagar yang melintang dari kiri ke kanan. Detail-detail kecil seperti ini yang membuat karya Affandi sangat menarik untuk di lihat lebih berikut nya adalah perahu dan matahari, terdapat 2 karya dengan tema ini dimana dibuat pada tahun 1961 dan tahun 1985. Hal yang langsung menonjol adalah karya yang dibuat pada tahun 1961 memiliki warna yang lebih dove sedangkan karya pada tahun 1985 memiliki warna yang lebih “terang”.Hal tersebut menunjukan perjalanan seni beliau, dengan bertambah nya usia banyak pelukis menggunakan warna- warna terang dikarenakan retina mata yang semakin sulit melihat warna-warna yang redup. Walau begitu di ke2 karya ini goresan-goresan karakteristic beliau sangat terlihat. Karya-karya beliau dengan objek perahu mengangkat tema perjuangan karena beliau besar di kota pesisir dimana beliau takjub dengan perjuangan para nelayan dalam menembus ombak setiap harinya. Tema tersebut terdapat di ke 2 karya ini, perahu jukung adalah perahu tradisional yang hanya digunakan oleh nelayan dapat dilihat dalam kedua karya ini begitu pula dengan matahari yang bagi Affandi matahari merupakan simbol dari karya “Perahu dan Matahari” fokus utama adalah perahu jukung yang sedang berlabuh di pesisir digambarkan dengan warna hitam dan merah, dengan matahari pada bagian kanan dilengkapi dengan lautan yang digambarkan menggunakan warna biru dengan sapuan tangan. Sedangkan pada karya “ boats and the sun” focus nya adalah pada matahari yang di tengah-tengah karya dengan warna merah dengan sinar matahari mengelilingi Perahu.

lukisan affandi perahu dan matahari